WADZIFAH SYEKH AHMAD ASRORI AL ISHAQY RA
WADHIFAH
Oleh: Hadrotusy Syaikh Romo Yai Ahmad Asrori Al Ishaqy RA
Yaa Hayyu Yaa Qayyuum & Allaahul Kaafii (wadhifah sebelum Shubuh)
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ. يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ، أَمِتْنَا عَلَى دِيْنِ الْإِسْلَامِ
“Wahai Dzat yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri, tiada Tuhan selain Engkau. Wahai Dzat Pemilik segala Keagungan dan Kemuliaan, cabutlah nyawa kami dalam keadaam Islam (membawa iman)”
Ini adalah dzikir atau wadhifah yang dibimbingkan secara langsung oleh Hadlratusy Syaikh KH. Achmad Asrori Al Ishaqy RA. untuk di-istiqamah-kan dibaca setiap sebelum shalat Shubuh. Pujian ini tepatnya dibaca setelah melakukan shalat sunah fajr/qabliyah Shubuh sebanyak 41 kali dan kemudian dilanjut dengan pembacaan Allaahul kaafii sebanyak 7 kali.
Seperti wadhifah dzikir/pujian lainnya yang dibaca sebelum shalat fardlu, wadhifah ini secara umum juga termasuk aplikasi praktik dari apa yang pernah disabdakan oleh Nabi Muhammad ﷺ: “Doa (yang dipanjatkan) pada waktu antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak”, menurut riwayat lain: “Doa (yang dipanjatkan) pada waktu antara adzan dan iqamat sangat mustajabah (berpeluang besar untuk dikabulkan)”. [HR. Abu Daud, Nasai, Baihaqi, Abuu Ya’la dan lainnya].
Selain itu, khusus untuk wadhifah sebelum shalat Shubuh ini, dengan melihat kuantitas jumlah bilangan dzikir/pujian yang telah ditetapkan untuk dibaca, yaitu 41 kali + 7 kali, usai merampungkan membaca keduanya, praktis waktu ditunaikannya shalat Shubuh sudah masuk waktu isfar (sudah agak terang, tapi matahari belum thulu’/muncul). Dan bila kita lihat keterangan yang terdapat dalam banyak literatur kitab Fiqh, pengerjaan shalat Shubuh memang sunnah untuk dilakukan pada waktu isfar ini. Poin yang ingin kami sampaikan adalah: bahwa betapa halusnya cara Beliau, Guru kita, Hadlratusy Syaikh KH. Achmad Asrori RA dalam membimbing kita semua untuk bisa mengerjakan kesunnahan-kesunnahan dengan cara-cara yang –karena saking halusnya, sangat mungkin luput dari pengamatan dan pengetahuan kita yang awam ini.
Di dalam kitab Haasyiyah ‘Ianah Ath Thalibin dijelaskan bahwa wadhifah tersebut memiliki faedah untuk menguatkan keimanan. Dan itu sudah diuji oleh para ulama’ terdahulu.
Sementara itu, dikutip dari kitab Miftahul Afkar Litta-ahhub Lidaaril Qarar, Ibnul Qayyim al Jauziyyah berkata: “Barangsiapa yang mau membiasakan secara istiqamah untuk membaca “yaa hayyu yaa qayyum laa ilaaha illaa anta”, maka Allah akan memberikan dan menganugerahkan kepadanya hati serta akal yang hidup”. Hati yang hidup akan terasa lapang dan tawar dalam menghadapi segala persoalan hidup yang mungkin dihadapi, gampang tersentuh (lunak; tidak keras), mudah menerima nasehat atau kebenaran, serta berpeluang untuk lebih mudah meraih ma’rifat kepada Allah ﷻ. Sedangkan akal yang hidup akan menjadikan pemiliknya berpikiran bersih dan jernih, mudah memahami dan menerima perintah syara’, serta mudah ‘melihat’ keagungan-Nya melalui makhluk dan segala ciptaan-Nya.
Mengutip gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, beliau juga menambahkan bahwa “Al Hayyu” dan “Al Qayyum” termasuk asma- Allah al a’dham (nama-nama Allah yang paling agung). Kedua asma- ini sangat besar pengaruhnya bagi hidupnya hati. Sehingga pada akhirnya beliau sampai pada pernyataan bahwa seorang yang membiasakan setiap hari untuk membacanya sebanyak 40 kali setelah melakukan (shalat) sunnah Shubuh dan sebelum melakukan shalat Shubuh, maka hatinya akan hidup dan tidak akan mati.
Di dalam kitab Tuhfah Al Habib ‘alaa Syarh Al Khatib juga ada sebuah riwayat yang dinisbatkan pada Imam At Turmudzi Al Hakim. Beliau berkata: “Saya berkali-kali mimpi diberi peringatan oleh Allah ﷻ, kemudian saya memohon dan meminta kepada-Nya: ‘’Ya Allah, sungguh hamba takut akan menurunnya kualitas keimanan, sehingga lambat laun keimanan ini akan hilang. Maka Allah kemudian memerintahkanku untuk membaca dan mengamalkan doa setelah melakukan (shalat) sunah Shubuh, sebelum melakukan shalat Shubuh sebanyak 41 kali:
يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ يَا بَدِيْعَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ ، يَا اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْأَلُكَ أَنْ تُحْيِيَ قَلْبِيْ بِنُوْرِ مَعْرِفَتِكَ يَا اللهُ يَا اللهُ يَا اللهُ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Kalau kita lihat beberapa keterangan di atas, tampak jelas memang terdapat (sedikit) perbedaan redaksi dengan wadhifah yang dibimbingkan oleh Romo Yai Rori RA. Susunan kata dan redaksional yang berbeda, serta jumlah bilangannya pun juga berbeda. Dimana, ada yang mengatakan yaa hayyu yaa qayyuum.. dibaca sebanyak 40 kali dan ada pula yang mengatakan: 41 kali.
Namun itu semua tak perlu terlalu dimusykilkan. Sebab kalau dalam disiplin ilmu Hadits, yang semacam itu disebut dengan periwayatan bil makna. Yaitu periwayatan yang redaksinya tidak sama persis dengan teks aslinya, akan tetapi maksud dan intinya sama saja.
Terkait dengan jumlah bilangan yang berbeda, tentu sebagai murid yang (masih mencoba untuk) estu, kita harus tetap mengikuti apa yang dibimbingkan oleh Guru. Toh dari referensi yang ada pun juga tetap ada yang menyebut jumlah bilangan 41 kali. Setelah itu kemudian dilanjut dengan pembacaan:
اللهُ الْكَافِي رَبُّنَا الْكَافِي قَصَدْنَا الْكَافِي وَجَدْنَا الْكَافِي لِكُلٍّ كَافِي كَفَانَا الْكَافِي وَنِعْمَ الْكَافِي الْحَمْدُ للهِ
“Allah adalah Dzat yang Maha Mencukupi. (Dialah) Tuhan kami yang Maha Mencukupi (sebab) ketika kami menghendaki kecukupan (hidup dan penghidupan) kami pun menemukan kecukupan (tersebut). Segala sesuatunya pun (bisa) tercukupi, (untuk menangani masalah seperti itu) cukuplah bagi kami Dzat yang Maha Mencukupi. Dan Dia adalah sebaik-baik Dzat yang Maha Mencukupi. Al Hamdu Lillaah.
Ini dibaca setelah yaa hayyu yaa qayyuum sebanyak 7 kali. Seperti yang bisa kita lihat dari terjemah (bebasnya), content dari dzikir ini berkisar tentang pengakuan (i’tiraf), kepasrahan (tawakkal), dan tauhid.
Jadi, sepagi itu, ketika kita baru saja terjaga dari tidur lelap dan ketika kesadaran kita baru saja (di)kembali(kan), kita sudah ‘membuat’ pengakuan bahwa Dialah satu-satunya Dzat yang (akan) Mencukupi hidup dan kehidupan kita sepanjang hari nanti, sekaligus pengakuan atas kelemahan dan ketidak berdayaan kita (kepasrahan).
Kita juga mengaku bahwa Dialah yang akan Mencukupkan hasil dari usaha serta ikhtiyar kita dalam memenuhi segala kebutuhan dan tanggung jawab kita seharian nanti.
Yang sempat terekam dalam ingatan kami dari dedawuhan Beliau RA ketika membahas dzikir ini adalah bahwa dzikir tersebut dijadikan sebagai semacam pegangan hidup, motivator, dan penyemangat agar sepanjang hari nanti, kita bisa tetap semangat, optimis, dan powerful dalam menghadapai segala hal yang terjadi dan menimpa kita seharian nanti. Pahit-manis, susah-senang, gagal-berhasil dan berbagai bumbu kehidupan yang lain, apapun itu, diharapkan bisa menjadi tawar dan tak menimbulkan gangguan (psikis) yang berarti, seperti bikin sumpek dan galau.
0 Response to "WADZIFAH SYEKH AHMAD ASRORI AL ISHAQY RA"
Post a Comment