KHUTBAH JUMAT ISRA’ MI’RAJ RASULULLAH ﷺ
KHUTBAH JUMAT ISRA’ MI’RAJ RASULULLAH ﷺ
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjid Al-Haram ke Al Masjid al-Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’ , 17:1)
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي اصْطَفَى مِنْ عِبَادِهِ أَنْبِيَآءَ وَمُرْسَلِـينَ, وَجَعَلَهُمْ قُدْوَةً وَأُسْوَةً لِلْعَالَـمِـيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، أكْمَلَ النِّعْمَةَ بِإِنْزَالِ الدِّيْنِ, وَأَتَمَّ الْـمِنَّةَ بِإِرْسَالِ اْلأَنْبِيَآءِ وَالْـمُرْسَلِـيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ, كَمُلَتْ بِهِ النُّبُوَّاتُ, وَتَمَّتْ بِبِعْثَتِهِ الرِّسَالَاتُ ، وَرَفَعَهُ رَبُّهُ إِلَى أَعْلَى السَّمَوَاتِ، وَخَصَّهُ بِالْـمَقَامِ الْـمَحْمُوْدِ، وَالْحَوْضِ الْـمَوْرُوْدِ، فَاللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . أَمَّا بَعْدُ : يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. قَالَ اللهُ تعالَى : سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْـمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْـمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا, إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (الإسراء: 1)
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidilaksa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’ , 17:1)
Ma’asyirol muslimin rohimakululloh
Sejarah hidup para Nabi dan peristiwa-peristiwa yang dialaminya merupakan bahan pelajaran dan renungan yang perlu kita ambil hikmahnya untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kehidupan kita, baik untuk duniawiah maupun ukhrawiah. Setiap kita umat Islam mengenang kembali Isra’Mi’raj sebagai peristiwa besar yang dialami Nabi Muhammad ﷺ, dimaksudkan untuk meng-update pelajaran hidup kita tentang Isra’ Mi’raj. Pada pokoknya ada dua hal yang perlu kita update, yaitu : pertama, pemahaman kembali tentang tujuan pokok Allah ﷻmeng-isra’mi’rajkan Nabi Muhammad ﷺ. Kedua : hikmah apa yang dapat kita jadikan pelajaran dalam kehidupan.
Ma’asyirol muslimin rohimakululloh
Pertama : Pemahaman kembali tentang tujuan pokok Allah SWT meng-isra’mi’rajkan Nabi saw
Apa tujuan pokok Allah ﷻ meng-isra’mi’rajkan Nabi Muhammad ﷺ? Jawabannya terdapat dalam QS. Al-Isra’, 17 : 1 tadi : li nuriyahu min ayatina, yaitu Allah SWT akan memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Isra’ Mi’raj dapat kita pahami menurut istilah sekarang semacam napak tilas Nabi Muhammad ﷺ untuk menyambung misi Nabi-nabi terdahulu. Peristiwa Isra’ Mi’raj terutama dijelaskan dalam QS. Al-Isra’ yang juga disebut surat Bani Israil. Kenyataannya surah ini memang banyak membicarakan tentang Bani Israil. Nabi saw menyambung misi para Nabi sebelumnya yang mayoritas dari kalangan Bani Israil. Israil artinya hamba Allah, yakni gelar Nabi Ya’kub, anakNabi Ishak, cucu Nabi Ibrahim AS.
Dalam kaitan ini, maka yang termasuk kandungan ayat-ayat yang diperlihatkan Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ pada waktu Isra’ sebagai pengalaman bagian pertama ialah riwayat para Nabi sebelumnya dan perjuangan mereka. Hal ini sebagai penyegaran kembali kepada Nabi Muhammad ﷺ tentang tugas suci beliau sebagai akhir para Nabi dan Rasul. Maka dari itu, di Yerusalem Nabi mempunyai pengalaman salat dengan semua Nabi yang pernah ada dan beliau menjadi imamnya. Pengalaman ini merupakan pengalaman spiritual karena Nabi-nabi yang diimami itu semuanya sudah meninggal ketika peristiwa yang dialami Nabi Muhammad ﷺ ini berlangsung.
Di antara hal-hal penting yang ditekankan dalam pengalaman Nabi Muhammad ﷺ itu dalam kaitan tugas suci beliau dengan agama-agama yang bersambungan ialah adanya kesinambungan dengan tugas suci Nabi Musa dengan kitab sucinya Taurat sebagaimana bunyi ayat berikutnya dalam QS. Al-Isra’ , 17 : 2 – 3.
Nabi Daud melanjutkan tugas suci tersebut untuk melaksanakan rencana kembali ke Kan’an, tanah yang dijanjikan (Al-Ardul Muqaddasah) yang akhirnya terkenal dengan nama Yerusalem. Nabi Daud digantikan oleh Nabi Sulaiman. Pada zaman ini pusat peribadatan diganti dengan bangunan yang besar, indah dan megah sekali, yang dalam bahasa Ibrani disebut Masgit dan orang Mekah menyebutnya Masjid Aqsa karena letaknya jauh dari Mekah. Ada juga yang menyebutnya Haikal Sulaiman dan dalam istilah Inggris disebutnya Solomon Temple.
Ketika Umar bin Khattab menerima kota Yerusalem dan peristiwa ini terjadi jauh setelah Isra’ Mi’raj, beliau membuat perjanjian, justru Umar mengatakan, “Ini adalah kota suci tiga agama, karena itu orang Yahudi boleh tinggal di sini”. Masjid Aqsa (Haikal Sulaiman) pada saat itu sudah tidak ada lagi. Kemudian di Yerussalem yang sekarang itulah didirikan masjid oleh Ali bin Malik yang akhirnya terkenal dengan nama Masjid Aqsa yang terkenal hingga sekarang
Ma’asyirol muslimin rohimakululloh
Semua peristiwa pada bagian pertama tadi termasuk yang diperlihatkan Allah kepada Nabi saw, sehingga peristiwa Isra’ Mi’raj beliau antara lain mengandung pelajaran semacam napak tilas Nabi Muhammad ﷺ untuk menyambung misi Nabi-nabi terdahulu. Peristiwa ini dikenal dengan Isra’.
Pengalaman kedua disebut dengan Mi’raj, yakni perjalanan Nabi Muhammad ﷺ dari Masjid Aqsa tersebut sampai ke Sidratul Muntaha. Sidrah artinya pohon sidrah dan dapat berarti teratai. Ini merupakan lambang kebijaksanaan dan kearifan. Muntaha artinya penghabisan. Maka kalau Nabi sampai ke Sidratul Muntaha, artinya beliau mencapai tingkat kearifan yang tertinggi, tidak ada lagi kearifan lagi setelah itu sepanjang kemampuan manusia. Jelasnya, Nabi Muhammad ﷺ diperlihatkan ayat-ayat Allah yang lebih besar lagi dari pada pengalaman yang diperoleh sebelumnya. Hal ini terkandung dalam penjelasan QS. An-Najm, terutama
قَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى (النجم: 18)
Sesungguhnya dia (Muhammad) telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-, 53 :18)
Ayat-ayat Allah yang paling besar adalah keberadaan alam semesta. Sehingga Nabi saw memperoleh pengalaman tentang kebesaran alam semesta sebagai bukti kebesaran penciptanya, Al-Khaliq Allah ﷻ. Pengalaman ini menyempurnakan pengalaman beliau dalam kisah bagian pertama tadi. Sehingga Nabi Muhammad ﷺ benar-benar telah dipersiapkan dirinya dengan pengalaman yang sempurna, yakni tidak hanya yang terkait dengan dirinya sendiri, namun juga dengan alam semesta
Ma’asyirol muslimin rohimakululloh
Kedua : Hikmah apa yang dapat kita jadikan pelajaran dalam kehidupan
Banyak hikmah yang dapat kita jadikan pelajaran dalam kehidupan dari peristiwa besar yang dialami Nabi saw yang kita kenal dengan Isra’ Mi’raj, baik pengalaman Nabi Muhammad ﷺ pada bagian pertama (isra’) maupun pada bagian kedua (mi’raj)
Perlu kita ketahui bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi saw itu menurut catatan sejarah terjadi pada tahun pertama sebelum Hijrah dan dikatakan juga sebagai ‘amu al-huzni (tahun duka cita). Mengapa disebut tahun duka cita ? Pada tahun itu Nabi Muhammad ﷺ kehilangan dua orang terdekatnya yang selama itu memberikan dukungan moral dan material. Abu Thalib paman Nabi saw sebagai orang terdekat yang mendukung secara moral terhadap perjuangan Nabi saw hingga waktu itu di Mekah. Sedangkan Siti Khadijah isteri tercintanya sebagai merupakan orang terdekat yang mendukung secara material. Keduanya wafat di tahun itu. Sudah tentu wajar dalam kapasitasnya sebagai manusia biasa Nabi saw bersedih hati. Kemudian peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi saw juga terjadi sebelum Nabi saw hijrah ke Yatsrib (Madinah) menjalankan kepemimpinannya membentuk masyarakat madani
Oleh sebab itu yang utama kedua bagian pengalaman Nabi Muhammad ﷺ itu mengandung pelajaran, antara lain perlunya bekal pengalaman yang sempurna (paripurna) bagi seorang pemimpin umat dalam struktur masyarakat madani sebagai masyarakat yang berperadaban atas dasar nilai dan norma Islam
Setelah pulang dari Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad ﷺ diperintahkan untuk melaksanakan salat yang ayatnya terdapat dalam surah al-Isra’ itu juga
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا (الإسراء: 78)
Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir (zuhur dan asar) sampai gelap malam (magrib dan isya’) dan (dirikanlah pula salat) fajar (subuh). Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”(QS. Al-Isra’, 17 : 78)
Secara lebih detail dan teknis tentang perintah salat ini dijelaskan dalam as-Sunnah. Ini merupakan bentuk realisasi kongkrit dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai kewajiban harian individu muslim yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Di sinilah Nabi ﷺ bukan tokoh yang hanya di sanjung-sanjung umat karena keturunan, kecerdasan, dan memiliki pengalaman yang sempurna, tetapi beliau langsung teruji di masyarakat dalam merealisasikan keberadaan dirinya dengan segala pengalaman yang dimilikinya. Dengan kata lain keberadaan Nabi Muhammad ﷺ langsung dirasakan mamfaatnya oleh umat dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai simbol dalam hal ini ialah pelaksanaan salat
Sesuai dengan al-Qur’an Nabi Muhammad ﷺ melaksanakan salat yang juga diperintahkan kepada umatnya sebagaimana dijelaskan dalam sunannahnya, tidak terlepas dari perintah menunaikan zakat. Jika salat dapat kita katakan sebagai simbol utama tegaknya hubungan langsung dengan Allah (vertikal), maka zakat adalah simbol utama tegaknya hubungan langsung dengan sesama manusia (horisontal). Itulah pula kita dapat memetik hikmah syariat memanggil orang untuk salat (azan) dalam kenyataannya memang tidak hanya “Haiyya ‘ala al-salah” (Mari kita tegakkan salat) saja, namun dilanjutkan lagi dengan “Haiyya ‘ala al-falah” (Mari kita raih keberuntungan). Maka dapat kita pahami jika ada ulama atau seorang ahli yang mengatakan bahwa “Haiyya ‘ala al-salah” merupakan “kontrak individu” dan “Haiyya ‘ala al-falah” merupakan “kontrak sosial”. Mengabaikan salah satu kontrak ini pasti mendatangkan berbagai petaka (ketidakberuntungan) dalam kehidupan, lebih-lebih lagi mengabaikan keduanya
Ma’asyirol muslimin rohimakululloh
Selanjutnya tentu kita memahami bahwa salat kita mulai dengan berdiri tegak seraya mengangkat kedua tangan yang berarti kita mengakui akan kelemahan dan kerendahan diri, semuanya adalah kecil belaka dan yang besar hanyalah Allah. Allahu akbar. Inilah takbiratul ihram. Kemudian, kita mengakhiri salat dengan menebarkan kedamaian dan keselamatan (salam) ke kanan dan ke kiri. Artinya, setelah menjalin hubungan langsung dengan Allah, lanjutkan untuk melihat dan peduli terhadap tetangga kanan dan kiri. Islam sangat mengecam sikap hanya mau enak sendiri, mau kenyang sendiri, dan mau naik surga sendiri. Sedang tetangga kanan kiri hidup serba kesulitan dan kekurangan yang cenderung mengarah pada kekufuran menuju neraka
نَسْأَلُ اللهَ سُبْحَانَهُ أَنْ يُوَفِّقَنَا جَمِيْعًا لِطَاعَتِهِ وَطَاعَةِ مَنْ أَمَرَنَا بِطَاعَتِهِ, عَمَلًا بِقَوْلِهِ : (يٰا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيْعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ ) بَارَكَ اللهُ لِي ولكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيٰاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَـكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ, إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Kedua
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِي أَحَلَّ لَنَا الطَّيِّبَاتِ، وَحَرَّمَ عَلَيْنَا الْخَبَائِثَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَلْقَائِلُ: «إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فَرَضَ فَرَائِضَ فَلاَ تُضَيِّعُوْهَا، وَحَرَّمَ حُرُمَاتٍ فَلاَ تَنْتَهِكُوهَا، وَحَدَّ حُدُودًا فَلاَ تَعْتَدُوْهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ مِنْ غَيْرِ نِسْيَانٍ فَلاَ تَبْحَثُوا عَنْهَا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ وبَارِكْ علَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ : فَأُوْصِيْكُمْ أَيُّهـَا الْـمُسْلِمُونَ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ، قَالَ تَعَالَى: وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا.
عِبَادَ اللهِ : إنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى فِيْهِ بِمَلَائِكَتِهِ, فقَالَ تَعَالَى: إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إلَى يَوْمِ الدِّيْنِ،
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْـمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْـهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ، وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْفَوْزَ بِالْجَنَّةِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ، اللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ، وَلَا دَيْنًا إِلَّا قَضَيْتَهُ وَلاَ حَاجَةً إِلاَّ قَضَيْتَهَا وَيَسَّرْتَــهَا يَارَبَّ الْعَالـَمِـيْنَ، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى، اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الـمُرْسَلِيْنَ. وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَـمِيْنَ اُذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ علَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ .وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
0 Response to "KHUTBAH JUMAT ISRA’ MI’RAJ RASULULLAH ﷺ"
Post a Comment