KHOZINATUL ASROR 002 : MENYATAKAN NIAT 01


KHOZINATUL ASROR 002
“MENYATAKAN NIAT”

-﴿باب الأحاديث الصحيحة الواردة وأقوال الأئمة فى فضائل تصحيح النيات﴾-
(إعلم) أن العبادة قسمان. قسم قربة محضة ليس فيها معنى الوسيلة أصلا كالصلاة والزكاة والحج والقرآن والصوم والتسبيح والتهليل ونحوها. فالنية فى هذه القسم شرط للصحة بالإتفاق حتى لو لم تُوجدْ لم تصح ويجب قضاء الفرائض. والواجبات منها.
(Ketahuilah) bahwasannya ibadah itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah ibadah mahdloh, artinya ibadah yang murni tanpa membutuhkan perantara secara maknawi seperti sholat, zakat, haji, membaca Al-Qur’an, puasa, membaca tasbih, membaca tahlil dan lain sebagainya. Adapun niat pada bagian ini menjadi syarat sahnya sebuah ibadah. Jika ibadah tersebut tidak diawali dengan niat maka tidak akan sah ibadahnya, bahkan ibadah yang bersifat fardlu (wajib) jika lupa atau tidak niat diawalnya maka wajib hukumnya mengqodlo atau mengganti dan atau mengulang lagi.

قسم فيه الوسلية كالوضوء والغُسل والإقامة والأذان وتعليم القرآن ونحوها. ففى هذا القسم خلاف بين الحنيفة والشافعية. فعند الحنفية النية ليست شرطا لصحته فى نفس الأمر بل هى شرط لكونه عبادة مستوجبة للثواب لأن انتفاء وصف العبادة لعدمها لايُوجب إنتفاء الوسيلة لعدم احتياج هذا الوصف إليها بخلاف القسم الأول إذ ليس فيه إلا وصف العبادة, فإذا انتفى هذا الوصف بعدمها بطل من أصله إذ هو موضوع فى الشرع لـمجرد التقرب إلى الله لاغير.
Bagian yang kedua adalah ibadah yang menggunakan waslah (perantara), seperti wudlu, mandi jinabat, iqomah, adzan, belajar Al-Qur’an dan lain sebagainya. Namun pada bagian ini ada perbedaan pendapat antara Imam Hanafi dan Imam Syafi’i.
Menurut Imam Hanafi, niat bukan termasuk syarat sahnya ibadah bagi pribadi seseorang namun niat itu sudah termasuk bagian dari syarat mutlak, karena niat termasuk ibadah wajib dengan tujuan untuk memperoleh pahala (upah). Sebab jika tanpa adanya niat (dimasukkan dalam rangkaian sebuah ibadah) maka tidak akan dikabulkan (doanya) tidak diterima (ibadahnya). Alasannya karema seseorang yang hendak beribadah tidak memiliki arah / tujuan. Berbeda dengan bagian yang pertama (diatas) dimana niat tidak termasuk sebuah ibadah. Maka, jika seseoran beribadah tanpa adanya niat maka secara otomatis batal-lah ibadahnya. Karena tujuan dari ibadah hanya kepada Allah, tidak kepada yang lainnya.
وعند الشافعية النية فيه شرط للصحة أيضا كالقسم الأول لقوله عليه الصلاة والسلام "إنما الأعمال بالنية" باتفاق البخارى ومسلم عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال, قال رسول الله صلى الله عليه وعلى وآله وسلم "إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى فمن كانت هِجرته إلى الله ورسوله فهِجرَته إلى الله ورسوله, ومن كانت هجرته إلى الدنيا يصيبها أو امرأة يتزوجها فهجرته إلى ما هجر إليه"
Sedangkan menurut Imam Syafi’i niat menjadi syarat sah-nya ibadah seperti bagian yang kedua (diatas). Hal ini mengacu pada sabda Rasulullah “Segala sesuatu itu tergantung pada niatnya” hadits ini disepakati oleh Imam Bkhori dan Imam Muslim dari umar bin Khattab ra, Rasulullah bersabda “segala sesuatu tergantung pada niatnya, jika niat hijrahnyab seseorang tertuju pada Allah dan rasul-Nya maka ia akan sampai pada Allah dan Rasul-Nya. Namun jika hijrahnya seseorang bertujuan untuk memperoleh harta atau demi menikahi wanita maka hijrahnya hanya sampai segitu saja”.  
 (وينبغى) للقارئ والـمقرئ وغيرهما أن يقصد بذلك رضا الله تعالى. قال الله تعالى "وَمَا أُمِرُوْا إِلَّا لِيَعْبُدُوْا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَآءً وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ" وهذا الحديث والآية مِن أصول الإسلام.
Seyogyanya, bagi orang yang membaca Al-Qur’an dan yang yang dibacakannya serta selain dari keduanya bertujuan untuk mendapat Ridlo Allah . Allah berfirman Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus Hadits dan ayat diatas merupakan asas pokok Islam.
وعن ابن عباس رضي الله عنهما أنه قال إنما يحفظ الرجل على قدر نيته وعن غيره إنما يعطى الناس على قدر نياتهم. كذا ذكره النواوى فى آدب حملة القرآن. وقال صلى الله عليه وعلى آله وسلم "لايقبل الله قولا إلا بالعمل ولا يقبل قولا إلا عملا إلا النية" وكذا قال صلى الله عليه وعلى آله وسلم "لاأجر لـمن لا نية له" وقال ابو هريرة رضي الله عنه الناس يُبعثون يوم القيامة على قدر نياتهم
Dari ibnu Abbas ra berkata “seseorang itu akan terpelihara sesuai dengan apa yan diniatkannya”. Dalam bentuk kalimat lain berbunyi “Seseorang akan mendapatkan sesuatu sesuai apa yang diniatkannya.” Demikian yang dinukil dari Imam Nawawi dalam kitab Adabu Hamalati Qur’an.
Rasulullah bersabda “Allah tidak akan menerima ucapan seseorang kecuali dibuktikan dengan amal atau tindakkan. Dan Allah tidak akan menerima amal amal atau tindakan seseorang kecuali didasari denagn niat”. Sabda Rasulullah yang senada dengan sabda diatas adalah “Tidak ada pahala bagi orang yang tidak memiliki niat”. Abu Hurairah ra, berkata “Manusia akan dibangkitkan kelak dihari kiamat sesuai dengan niat yang pernah ada sebelumnya pada dari mereka

(واعلم) أن كل عمل يعمل فإنه يُحتاج إلى أربعة أشياء إلى العلم به قبل شروعه وإلا كان مايفسده أكثر مما يصلحه وإلى النية عند شروعه وإلا فلا يُؤجر لقوله عليه الصلاة والسلام "لا أجر لـمن لا نية له" وإلى الصبر بعد شروعه فيه وإلا فيكون تقصيره أكثر من توقيره وإلى الإخلاص عند تسليمه إلى الله تعالى وإلا فيُرد عمله ولا يُقبل منه. وقال عليه الصلاة والسلام فى حديث القدسى "الإخلاص سر من أسرارى أستودعه قلب مَن أحب من عبادى" كذا فى سيد على. (وقال) الإمام السيوطى فى الإتِّقان : لاتُحتاج فى قراءة القرآن إلى نية كسائر الأذكار والأوراد إلا إذا انذرها خارج الصلاة فلا بد من نيةالنذر أو الفرض ولو عين الزمان فتركها لم يجز. إنتهى
Ketahuilah bahwasanya seluruh amal yang dikerjakan itu membutuhkan empat perkara, yaitu : (1) Adanya ilmu pengetahuan sebelum syari’at dijalankan, jika tidak maka akan lebih banyak kerusakan / kesalahan ketimbang kebaikannya. (2) Adanya niat ketika menjalankan amalnya, jika tidak maka tidak akan ada pahalanya. Seperti sabda Nabi   “Tidak ada pahala bagi yang tidak memiliki niat” (3) Adanya kesabaran setelah melaksanakan amalnya jika tidak maka rasa sembrono / tidak sopan akan dirasakan ketimbang rasa hormatnya. (4) Adanya keikhlasan ketika menyerahkan amalnya (pasrah sepenuh hati) kepada Allah, jika tidak maka amalnya akan ditolak, dan Allah tidak akan menerima amal yang tidak ikhlas,
Rasulullah bersabda dalam hadits Qudsi yang artinya kurang lebihnya demikian “Ikhlas adalah setitik rahasia dari berbagai rahasiaku maka dari itu aku bersedia menyediakannya bagi hati seseorang yang didalamnya ada rasa cinta (pasrah sepenuhnya) dari umatku”
Imam Suyuthi dalam kitab Al-Ittiqon berkata “membaca Al-Qur’an tidak membutuhkan niat tertentu (tujuan khusus) layaknya dzikir dan bacaan wirid-wirid lainnya kecuali membaca Al-Qur’an tersebut sebagai nadzar yang bakal dijalankan diluar sholat. Maka dari itu wajib menyertakan niat guna menjalankan nadzarnya. Jika membaca Al-Qur’an karena nadzar maka niat itu tidak boleh dihilangkan.”       
(وفى قوت القلوب) وفى الجهر بالقرآن سبع آداب منها الترتيل  الذى أمر به ومنها تحسين الصوت بالقرآن الذى نُدب إليه فى قوله عليه الصلاة والسلام "زينوا القرآن بأصواتكم" وفى قوله عليه الصلاة والسلام "ليس منا مَن لم يتغن بالقرآن" اي يحسن صوته وهم أحسن مَن أخذه بمعنى الغنية والإكتفاء ومنها أن يسمع أذنيه ويوقظ قلبه لتدبير الكلام ويتفهم الـمعانى ولايكون ذلك كله إلا فى الجهر ومنها  أن يطرد النوم عنه برفع صوته ومنها ان يرجو بجهره يقظة نائم فيذكر الله تعالى فيكون هو سبب إحيائه ومنها أن يراه بطال غافل فيتشط للقيام إلى خدمة ربه فيكون هو معاونا له على البر والتقوى ومنها يكثر بجهره تلاوته ويداوم قيامه على حسب عادته للجهر ففى ذلك كثرة عمله فإذا كان القارئ على هذه النيات فجهره أفضل لأن فيه أعمالا وإنما يفضل العمل بكثرة النيات وكان أصحاب رسول الله ﷺ إذا اجتمعواأمروا أحدهم أن يقرأ سورة من القرآن. كذا فى روح البيان سورة الـمزمل.
Membaca Al-Qur’an dengan cara jahr (keras) sebagai sarana untuk menguatkan hati (menancapkan bacaan-bacaannya agar mengena di dalam sanubari). Maka dalam hal ini dibutuhkan 7 (tujuh) perkara, yakni :
(1)      Bacanya harus tartil, sebagaimana dawuh-dawuh atau perintah untuk mentartilkan bacaan Al-Qur’an. Yang termasuk tartil disini adalah mmebaguskan suaranya. Ini termasuk sesuatu hal yang disunnahkan oleh kanjeng Rasul Muhammad “Hiasilah Al-Qur’an dengan suara kalian yang bagus.” Dalam hadits lain Rasulullah bersabda “Bukan termasuk golonganku orang yang jelek suaranya dalam membaca Al-Qur’an” yang dimkasud dengan kata YATAGHONN diambil dari kata “Ghoniyah” artinya cukup, makuudnya suaranya dianggap cukup bagus, apalagi membacanya di speaker saat tadarus di malam bulan Ramadhan seperti ini.
(2)      Ukuran bacaan jaher, minimal kedua telinganya sendiri mampu mendengarnya dengan jelas sehingga hatinya dapat tergugah untuk bertadabbur atau mencermati maknanya (diangen-engen maknane, jawa. red)
(3)      Semua bacaannya dibaca dengan jelas (jahr), tidak hanya sepotong-sepotong.
(4)      Untuk membangunkan orang yang sedang tidur, seperti saat ini, membaca Al-Qur’an saat sahur, agar mereka segera bangun dan melaksanakan sahur, karena esok harus puasa.
(5)      Membaca Al-Qur’an dengan jahr pada waktu-waktu dan moment tertentu seperti dipopndok atau ditempat khusus dengan harapan agar mereka yang tidur bisa bangun guna melaksanakan qiyamullail. Ini cocok sekali jika dipakai dimalam-malam Ramadhan untuk mendirikan sholat / ibadah malam sebagai nuruti perintah (ibrah) manifestasi malam lailatul qadar dan sebagi pengingat (alarm) bagi mereka yang lupa atau terlena dalam buaian tidurnya biar segera bangun untuk ngawulo (melayani) Tuhanya.
(6)      Sebagai ajakan atau himbauan atau penyemangat untuk menambah ketaqwaan dan amal kebaikan.
(7)      Membaca jahr-nya yang agak lama, jangan hanya sebentar saja, yach, minimal 1 juz lah. Dan kegiatan ini pun harus berkelanjutan, jadi nggak hanya satu malam tok til, bacanya cuma semenit lagi, huuh... yo diamuk wong. Nggeger-nggegeri masyarakat setempat.
Jika seseorang yang membaca Al-Qura’n dengan suara keras dengan berpijak pada 7 alasan diatas maka itu lebih baik, karena didalamnya terdapat amal kebaikan untuk kebersamaan.
Ada salah satu dari para sahabat nabi berkata “ketika kalian semua hendak mengadakan perkumpulan maka salah satu diantara kalian membaca satu surat dari Al-Qur’an”. yach... semacam qiro’ah gitu lah, biar mereka tahu bahwa acara inti akan segera dimulai  
(وروى) عن عقيبة بن عامر رضي الله عنه عن رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم "قال الجاهر بالقرآن كالجاهر بالصدقة والـمسر بالقرآن كالـمسر بالصدقة" كذا فى الـمصابيح. وقال الإمام الربانى قدس سره ان من نوى هبة ثواب قراءة أو صلاة أو صدقة إلى روح شخص من أمواته وإن أشرك معه وأدخل فى نيته جميع أرواح الـمؤمنين والـمؤمنات أعطى الله تعالى كل واحد من أرواحهم ثوابا كاملا غير أن ينقص ثواب ذلك الشخص الـمنوى له لقوله تعالى "إن ربك واسع الـمغفرة" كذا فى الـمكتوب السابع والعشرون من الجلد الثالث. إنتهى.
Diceritakan dari Ukaibah bin ‘Amir ra, Rasulullah bersabda “Bacaan Al-Qura’n dalam keadaan jahr ibarat bersedekah dengan jelas, dan mmebaca Al-Qur’an secara sirr (pelan) ibarat orang merahasiakan sedekahnya” di nuqil dari kitab Al-Misbah.
Imam Rubbany ra, berkata “Jika ada seseorang berniat untuk menghadiahkan pahala bacaannya (bacaan Al-Qur’an), atau pahala sholatnya, atau pahala sedekahnya kepada ruh seseorang dari keluarganya atau kepada siapapun yan sudah meninggal dunia dan menyebutnya didalam runtutan hadlroh dalam niatnya atau menghadiahkan untuk seluruh arwah mukmin dan mukminta maka Allah akan memberikan hadiah pahala tersebut kepada mereka secara utuh dan tidak dikurangi sedikitpun (tidak dibagi rata satu sama lain)” hal ini berdasarkan pada Firman Allah “Inna Robbaka Waasi’ul maghfiroh. Sesunggunya Tuhanmu itu maha Luas Pengampunanya.
Saya rasa cukup untuk pertemuan kali ini, insya Allah besuk kita lanjutkan lagi dengan thema yang sama yaitu tentang membaguskan niat/ meluruskan niat. Wallohu A’lamu bishowab.
 <<SEBELUMNYA- SELANJUTNYA>>

0 Response to "KHOZINATUL ASROR 002 : MENYATAKAN NIAT 01"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel